Mahasiswa Asal Aceh hingga Papua Dikenalkan Tradisi Betawi

Universitas Esa Unggul gelar kuliah pertukaran mahasiswa dari 46 perguruan tinggi

Dokumen Universitas Esa Unggul
banner 468x60

PECIMERAH.COM – Kendati suku Betawi sudah cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia. Namun, belum banyak juga yang memahami tradisi maupun budaya dari warga yang tinggal di ibukota dan kota-kota sekitarnya tersebut.

Hal tersebut terkuak dalam kuliah modul Nusantara yang digelar Universitas Esa Unggul. Kuliah yang mengangkat tema Profil Etnik Betawi digelar di kampus Citra Raya Tangerang, pada Jumat (6/10/2023).

Hadir sebagai pemateri kuliah Dr Ahmad Irfan SS M.Pd.I yang membawakan materi mulai dari asal usul Betawi, sejarah, serta kajian budayanya. Sedangkan para mahawiswa yang turut hadir dalam perkuliahan tersebut berasal dari 46 perguruan tinggi mulai dari Aceh hingga Papua.

Menurut Irfan, banyak teori yang menyebutkan asal-asal usul kata Betawi. Nah, salah satu yang populer, kata Betawi  berdasarkan GJ Fillet dalam Plaantkundig Woordenboek van Nederlandsch – Indie, terbitan Amsterdam tahun 1888, Betawi diambil dari nama salah satu pohon yang dalam bahasa Latin disebut Cassia glauca L. 

Orang Betawi menyebut tanaman tesebut sebagai pohon ketepeng, dan banyak tumbuh di pinggir sawah atau sungai alias kali. Tapi, “Nama Betawi juga sudah digunakan oleh salah seorang ulama yang sudah mukim di Makkah tahun 1834, yaitu Syekh Junaid Al Batawi,” jelas lulusan doktor UIN Sunan Gunung Jati tersebut.

Ia menambahkan, orang-orang Betawi juga kaya akan kegiatan budaya daur hidup, sejak kelahiran hingga kematian. Di mulai dari upacara akeke atau yang dikenal syukuran cukur rambut anak alias aqiqah.

Kemudian, ada juga hajatan atau upacara sunatan bagi anak lelaki Betawi, khataman Alquran di tempat majelis si anak, pesta pernikahan, selametan pinde rume, nuju bulanan, serta peringatan kematian almarhum atau almarhumah.

Salah seorang mahasiswa dari Nias mengungkapkan, kebudayaan Betawi cukup beragam dan kaya dengan makna filosopi. Ia mengaku, hantaran perkawinan dengan membawa roti buaya rupanya punya makna cukup dalam dan lebih dari sekadar tradisi.

“Saya baru tahu, kalau hewan jenis buaya menyimbolkan arti kesetiaan,” kata dia.